18 juni 2020. 

nusakini.com - Tulisan ini di inspirasi dari cerita salah satu peserta E learning perhutanan sosial pasca ijin , ibu Marlena dari LPHD KERIMA PURI pada saat saya mengampu mata pelatihan pengelolaan pengetahuan. Ibu Marlena bertutur cerita tentang bagaimana kearifan lokal dan penerapan pengetahuan tradisioal di kampung Merabu, Berau tepatnya Suku dayak Lebo, dimana beliau adalah pendampingnya. 

Budaya adalah salah satu kepribadian/ adat istiada suku yang sangat menarik salah satu nya budaya suku dayak lebo, kampung merabu yang memiliki keunikan seperti ritual tuaq (pesta panen ). Ritual tuaq merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Merabu. Tuaq atau pesta panen adalah salah satu tradisi suku dayak Lebo yang di laksanakan setiap tahunnya pada bulan April, kegiatan ritual sebagai wujud terimakasih warga kampung Merabu kepada sang leluhur yang telah memberi kesehatan serta kelimpahan serta menjaga kampung merabu dari wabah sakit penyakit dalam satu tahun. 

Tuaq juga di percaya sebagai permintaan atau per mohonan kepada sang leluhur untuk melindungi kampung selama satu tahun kedepan biasa di kenal dengan tolak bala yang artinya pembersihan kampung dari segala gangguan yang menurut suku Dayak Lebo mengancam keberadaanya seperti bencana alam, wabah sakit penyakit. Ritual Tuak di percaya bisa memberi permohonan kepasa Sang Leluhur suku Dayak Lebo untuk menjadikan Madu hutan, Buah-buahan, padi serta kelimpahan Sumber Daya Alam lain nya yang akan memenuhi kebutuhan suku Dayak Lebo dalam satu tahun kedepan.Kegiatan tuak di laksanakan di Balai Adat.

Tarian tradisional suku Dayak Lebo

Tarian tuaq ini di sebut dengan Ngadang yang artinya menari mengeliling dan hanya bisa di lakukan oleh Laki-laki dimana sekumpulan penari laki-laki yang siap mengikuti Ritual adat dan di Pimpin Oleh salah satu pimpinan adat yang di sebut belian artinya kepala pimpinan orang yg mengerti adat istiadat di percayakan memimpin ritual sampai selesai. Tuaq pertama kali diperkenalkan seorang belian (sebutan untuk seorang pemimpin saat itu) yang bernama Danyam. Belian memiliki arti kesatria sedangkan Danyam berarti mempersatukan dalam pelaksanaannya

Belian diberi petunjuk oleh sang penguasa alam melalui mimpi. Belian bisa mendatangkan buah-buahan segar dengan menggoyangkan sematang serinding, serta mengeluarkan madu hanya dengan menunjukkan jarinya ke papan berbentuk sarang lebah. Buah dan madu bisanya diberikan kepada mereka yang punya masalah. Seperti sulit punya keturunan maupun sakit menahun. Selain itu Belian juga bisa memohon untuk kebutuhan pada tahun-tahun mendatang.

Sebelum tarian Tuaq Ngadang di laksanakan hal pertama yg di lakukan pasing yang artinya persiapan sebelum menari harus mempersiapkan bahan seperti Madu yg di siapkan dalam botol kaca, di taruh ke tengah Balai Adat yang akan di kelilingi oleh penari.

Gambar 1 : Pasing Gambar 2 : Persiapan tarian


Sebelum ngadang (menari) penari harus mengikuti ritual seperti Megambil papan roma yang sudah di ukir kepala ular serta motif ukiran suku dayak lebo,Menyapu papan roma dengan Ayam warna putih, Selanjutnya megambil bumung.

Bumung adalah yang artinya megambil daun muda jenis tumbuhan daun Pinang, daun, Nau dan daun kelapa semua di ambil utuh di ikat lalu di injak-injak penari laki-laki sampai terbuka dan di buang tulang daun selanjutnya di pasang ke papan tipis yg di ukir pasang segi empat yang di pasang kain merah dan gelang manik.


Gambar 3 : bumung Gambar 4 : ukiran


Alat musik dan tarian

Alat musik tradisional Suku Dayak lebo yang biasa di gunakan dalam mengiringi Tarian seperti a. Tubung (gendang)b. pemene (gong kecil), c. tebuan(gong besar) ,Alat musik tradisional tidak sembarang orang boleh memainkannya harus yang benar-benar paham dan mengerti dalam mengirigi penari.


Gambar 5 : Pemain Musik Tradisional Gambar 6 : Alat Musik Tradisional


sebelum ngadang penari harus memasuki papan roma selama delapan kali setelah itu memakai kain di ikat ke pingang masing-masing penari,Semua yg menari tidak menggunakan baju ini salah satu khas tarian suku dayak lebo yang berbeda dengan suku dayak lainnya.

Tarian mulai di laksanakan dengan ceng-ceng mengelilingi seriding (bahan yang sudah di ritual dan di kelilingi) Dalam pelaksanaan tarian belian (kepala penari) membakar

dupa untuk merasuki semua penari sambil berteriak dan meminta perlindungan dari leluhur yang di percaya dan di sembah seperti meyembah pohon besar yang di anggap sangat sakrat dan di percaya dapat memenuhi setiap permohonan yang di ucapkan.


Gambar 7 : Remamang 

Proses penari laki-laki berkeliling menari seperti gambar berikut :


Gambar 8 : Ceng-ceng (menari) Gambar 9 : Ceng-ceng (menari)


Kampung Merabu, terdiri dari kawasan perbukitan batu kapur (karst) yang terdapat di bagian Timur, Timur Laut, dan Selatan kampung, serta terdiri dari kawasan hutan dataran rendah yang terdapat di sempadan Sungai Lesan. Merabu termasuk kawasan hutan produksi yang saat ini dikelola PT Utama Damai Indah Timber (UDIT) seluas sekitar 11,300 ha, dan termasuk hutan lindung yang sebagian besar merupakan kawasan karst dengan luas sekitar 10.800 ha. Kampung Merabu terletak di seberang Sungai Lesan. Akses yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi kampung harus menyeberang sungai. Kampung Merabu berbatasan dengan kampung Mapulu yang dipisahkan oleh pagar bambu. Jika air sungai surut, maka untuk mencapai kampung dapat dengan berjalan sambil melawan aliran sungai. Namun jika sedang banjir, dapat menyewa ketinting masyarakat setempat sebagai alat bantu menyeberang. Jumlah penduduk Kampung Merabu adalah 203 jiwa. Populasi kampung mayoritas penduduknya merupakan masyarakat dari rumpun Dayak Lebo, sudah cukup lama mendiami daerah pinggiran Sungai Lesan, kelompok Dayak Lebo ini bisa ditemui di Merapun, Merabu, Mapulu, dan Panaan. Suku Dayak Lebo berasal dari Gunung Kulat di perbatasan Selatan Berau dengan Kutai, hidup dengan tiga tipe sumber penghidupan utama, petani padi ladang, pencari madu hutan dan pencari sarang burung walet. 

Pemberdayaan masyarakat Kampung Merabu telah dikembangkan dengan mengoptimalkan potensi yang ada, hal ini dapat dilihat dengan pendirian unit kampung KERIMA PURI lembaga yang berarti “rimba yang indah”. Sehingga nama “Kerima’ Puri” secara filosofi adalah perjalanan menuju hutan yang indah, atau dengan kata lain adalah upaya/ikhtiar bersama untuk mewujudkan sebuah hutan yang lestari. Kelembagaan LPHD ini dibentuk berdasarkan Peraturan Kampung Merabu no 1 tahun 2012 yang secara substansial mengesahkan Kelompok Kerima’ Puri sebagai Lembaga Pengelola Hutan Kampung Merabu. Kerima Puri bertugas menyiapkan pengelolaan hutan desa, mulai dari pengamanan, pemeliharaan dan pemanfaatan hutan secara lestari dengan dikaitkan terhadap potensi pariwisata. Perayaan Mencapai Keberhasilan, atau dalam bahasa Dayak Lebo lebih dikenal dengan sebutan Tuaq Long Kole Nupi Pia. 

Rewrite n edited 

untuk ibu MARLENA LPHD KERIMA PUTRI

by Linda Krisnawati